Memory In Kabupaten Karo, Sumatera Utara |
Mudah-mudahan Allah SWT yang Maha Mengetahui siapa
diri kita yang sebenarnya, menolong kita agar dapat mengetahui kekurangan yang
harus diperbaiki, memberitahu jalan yang harus ditempuh, dan memberikan karunia
semangat terus-menerus sehingga kita tidak dikalahkan oleh kemalasan, tidak
dikalahkan oleh kebosanan, dan tidak dikalahkan oleh hawa nafsu. Dan
mudah-mudahan pula warisan terbaik diri kita yang dapat diwariskan kepada
keluarga, keturunan, dan lingkungan adalah keindahan akhlak kita. Karena
ternyata keislaman seseorang tidak diukur oleh luasnya ilmu. Keimanan seseorang
tidak diukur oleh hebatnya pembicaraan. Kedudukan di sisi Allah tidak juga
diukur oleh kekuatan ibadahnya semata. Tapi semua kemuliaan seorang yang paling
benar Islamnya, yang paling baik imannya, yang paling dicintai oleh Allah, yang
paling tinggi kedudukannya dalam pandangan Allah dan yang akan menemani
Rasulullah SAW ternyata sangat khas, yaitu orang yang paling mulia akhlaknya.
Walhasil sehebat apapun pengetahuan dan amal kita,
sebanyak apapun harta kita, setinggi apapun kedudukan kita, jikalau akhlaknya
rusak maka tidak bernilai. Kadang kita terpesona pada topeng duniawi tapi
segera sesudah tahu akhlak buruknya, pesona pun akan pudar.
Yakinlah bahwa Rasulullah SAW diutus kedunia ini
adalah untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini ditanyakan sendiri oleh beliau
ketika menjawab pertanyaan seorang sahabat, "Mengapa engkau diutus ke
dunia ini ya Rasul?" Rasul menjawab, "innama buitsu liutamimma
makarimal akhlak", "Sesungguhnya aku diutus ke dunia hanyalah utnuk
menyempurnakan akhlak."
Sayangnya kalau kita mendengar kata akhlak seakan
fokus pikiran kita hanya terbentuk pada senyuman dan keramahan. Padahal maksud
akhlak yang sebenarnya jauh melampaui sekadar senyuman dan keramahan. Karenanya
penjabaran akhlak dalam perilaku sehari-hari bukanlah suatu hal yang
terpecah-pecah, semua terintegrasi dalam satu kesatuan utuh, termasuk bagian
akhlak kita kepada Allah.
Akhlak kita kepada Allah SWT harus dipastikan
benar-benar bersih. Orang yang menjaga akhlaknya kepada Allah, hatinya
benar-benar putih seperti putihnya air susu yang tidak pernah tercampuri
apapun. Bersih sebersih-bersihnya. Bersih keyakinannya, tidak ada sekutu lain
selain Allah. Tidak ada satu tetes pun di hatinya meyakini kekuatan di alam
semesta ini selain kekuatan Allah SWT sehingga ia sangat jauh dari sifat
munafik.
Bagaimanakah sifat orang munafik itu?
Imam Al Ghazali menuturkan ucapan Imam Hatim Al Ashom
tentang seorang ulama shalih ketika mengupas perbedaan antara orang mukmin
dengan orang munafik :
"Seorang mukmin senantiasa disibukkan dengan
bertafakur, merenung, mengambil pelajaran dari aneka kejadian apapun di muka
bumi ini, sementara orang munafik disibukkan dengan ketamakan dan angan-angan
kosong terhadap dunia ini.
Seorang mukmin berputus asa dari siapa saja dan
kepada siapa saja kecuali hanya kepada Allah, sementara orang munafik mengharap
dari siapa saja kecuali dari mengharap kepada Allah SWT.
Seorang mukmin merasa aman, tidak gentar, tidak takut
oleh ancaman siapa pun kecuali takut hanya kepada Allah karena dia yakin bahwa
apapun yang mengancam dia ada dalam genggaman Allah, di lain pihak orang
munafik justru takut kepada siapa saja kecuali takut kepada Allah, naudzubillaah,
yang tidak dia takuti malah Allah SWT.
Seorang mukmin menawarkan hartanya demi
mempertahankan agamanya, sementara orang munafik menawarkan agamanya demi
mempertahankan hartanya.
Seorang mukmin menangis karena malunya kepada Allah
meskipun dia berbuat kebajikan, sementara orang munafik tetap tertawa meskipun
dia berbuat keburukan.
Seorang mukmin senang berkhalwat dengan menyendiri
bermunajat kepada Allah, sementara seorang munafik senang berkumpul dengan
bersukaria bercampur baur dengan khalayak yang tidak ingat kepada Allah.
Seorang mukmin ketika menanam merasa takut jikalau
merusak, sedangkan seorang munafik mencabuti seraya mengharapkan panen.
Seorang mukmin memerintahkan dan melarang sebagai
siasat dan cara sehingga berhasil memperbaiki, larangan dan perintah seorang
mukmin adalah upaya untuk memperbaiki, sementara seorang munafik memerintah dan
melarang demi meraih jabatan dan kedudukan sehingga dia malah merusak,
naudzubillaah."
Mmmm, Sahabat!!!
Nampak demikian jauh beda akhlak antara seorang
mukmin dengan seorang munafik. Oleh karenanya kita harus benar-benar berusaha
menjauhi perilaku-perilaku munafik seperti diuraikan di atas. Kita harus
benar-benar mencegah diri kita untuk meyakini adanya penguasa yang menandingi
kebesaran dan keagungan Allah. Kita harus yakin siapa pun yang punya jabatan di
dunia ini hanyalah sekedar makhluk yang hidup sebentar dan bakal mati, seperti
halnya kita juga. Jangan terperangah dan terpesona dengan kedudukan, pangkat,
dan jabatan, sebab itu cuma tempelan sebentar saja, yang kalau tidak hati-hati
justru itulah yang akan menghinakan dirinya.